Adler dan Psikoanalisis

Mengapa Adler Digolongkan dalam Kelompok Neo Freudian.*

Oleh Kaka Suminta

Seorang anggota Psikoanalisis mempertanyakan soal dimasukannya Alfred Adler pada kelompok Neo Freudian yang berdasar kepada psikoanalisa. Secara detail saya tak banyak mengenal Adler, selain perkembangan karirnya, yang semua tergabung dengan kelompok Psikoanalisi nya Sigmund Freud, namun kemudian bersama beberapa Freudian lain memisahkan diri dari Psikoanalisa klasik, tokoh-tokoh itu adalah; Eric Fromm, Caren Hormney dan Hary Stack Sullivan. Adler sendiri memisahkan dari psikoanalisi pada tahun 1911, karena tidak sepakat dengan pendapat Freud tentang Psikoseksual, alih-alih ia memilih untuk mengembangkan psikologi sosial. Mungkin ini yang menjadi pertanyaan tersebut di atas, karena nampaknya psikologi sosial lebih dekat dengan psikologi pada umumnya, dibandingkan dengan psikoanalisis.

Keempat tokoh psikologi di atas, memiliki satu kesamaan, yakni mengajukan teori tentang peran faktor sosial dalam kepribadian seseorang. Namun tetap dianggap kelompok neo freudian, karena tetap ditemukan benang merah teori dasar psikoanalisa Freud, khusunya yang dikembangkan di masa-masa awal perkembangan psikoanalisa. Dasar psikoanalisa itu terdapat dalam pandangan deterministik, sebagaimana umumnya teori psikoanalisis, namun penekannya bukan ke dalam diri subjek, seperti pengalaman dan trauma subjek sepanjang masa perkembangan hidupnya, tetapi lebih dipengaruhi oleh interaksi sosial subjek, sebagai dorongan-dorongan motivasi hidup seseorang.

Titik tekan dorongan-dorongan sosial tadi menurut Adler terletak dalam kesadaran, bukan dalam ketaksadaran, sehingga manusia adalah tuan bagi dirinya sendiri, bukan korban dari trauma-trauma bawah sadarnya. Sehungga kunci dari keberhasilan seseorang adalah dalam hal interaksinya dengan orang lain secara sosial. Itulah seabnya determinasi soasail menjadi inti dari pemahaman Adler. Ada dua daya yang menjadi ladang tarik menarik dalam perkembangan kepribadian seseorang, yakni inferioritas dan superioritas.

Tugas manusia adalah mengatasi inferioritasnya dalam rangka mencapai superioritas. Perasaan rendah diri atau inferioritas merupakan bagian dari setiap orang, yang dimualia sejak anak-anak, kerana menyadari keberadaannya yang reletif lebih kecil dan lebih lemah di antara orang di sekitarnya (sosial). Kehadiran rasa rendah diri ini mendorong seseorang untuk mengatasinya dengan mengemnbangkan kompensasi, yakni pengembangan gaya hidup yang sesuai untuk mencapai superioritas atau keberhasilan yang ingin dicapainya. Kompensasi sebagai upaya mengatasi inferioritasnya tadi, misalnya dengan mengabangkan capaian atau keahlian di bidang tertentu untuk menutupi perasaan kekurangan di bidang lainnya.

Struktur dan komposisi anggota keluarga di mana anak dibesarkan bisa menjadi sumber inferioritas, yang kemudian bisa jadi malah menjadikan seserang mengembangkan gaya hidup yang justru tidak sesuai dengan kebutuhan perkembangnnya. Mislanya mulai dari kelahiran seseorang di keluarga, menjadikannya sebagai manusia terkecil dan terlemah, misalnya dibandingkan dengan kedua orang tua atau kakak-kakaknya. Perkembangan kepribadian yang tidak sesuai terebut misalnya anak yang lahir lebuh dulu seperti anak sulung, bisa menjadi rentan terhadap kekuasaan, akibat perhatian yang berlebihan sebagai anak pertama, yang memunculkan frustasi dan rasa benci pada perkembangan lebih dewasa. Sementara si bungsu menjadi takut bersaing, karena suoerioritas kakak-kakanya di masa kecil.

Sejauh teori kepribadian yang dikembangkan Adler, tetap tidak bisa menjelaskan atau tepatnya menggantikan teori psikodinamika dan psikososial, dengan dorongan instingtif id sebagai insting dasar manusia yang berkembangan sejak lahir. Demikian juga deterministik sosial tak bisa menjelaskan bagaimana hal ini diinternalisasi oleh subjek, dibanding teori Freud yang memandang bahwa dinamika kepribadian memang sudah inheren terbentuk dalam diri seseorang sebagai proses psikodinamika dan psikoseksual. Terlepas dari semua itu, Adler telah memberikan landasan kuat untuk mengembangkan teori psikodinamika ketika berinteraksi dengan lingkungan sosial, yang melahirkan dua kutub inferioritas dan superioritas sebagai dinamika interaksi sosial subjek, sehingga lebih menjelaskan apa yang dilihat secara sosial dari proses internal psikodinamika Freud.

*) Dari Berbagai Sumber

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *