(Kembali Soal) Dahsyatnya Terapi Memaafkan

Oleh : Kak Suminta.C.Ht

(Tulisan dua tahun lalu)

Sigmund Freud menyatakan bahwa pengalaman trauma direpresi ketika seseorang menganggap bahwa pengalammemaafkan2an itu terlalu menyakitkan, dan ia akan dibawa salama masa pertumbuhan, dan akan muncul sebagai manifestasi luka batin, berupa perilaku atau fenomena perilaku menyimpang atau stress (Post Traumatic Stress Disorder /PTSD) atau fenomena kepribdian lainnya, yang menghambat perkembangan kepribadian dan menjadi gangguan untuk diri sendiri maupun orang lain.

Untuk memudahkan saya mengambil beberapa contoh kasus yang hadir di ruang terapi saya atau dalam penanganan lainnya. Seorang ibu setengah baya yang tiba-tiba tak dapat mendengar karena sering digunjingkan tetangga dan saudaranya saat ada masalah dalam keluarganya, atau seorang pria usia dibawah 40 tahun yang sesak di dada sekitar daerah jantung pasca perceraian yang menurutnya menyakitkan, atau seorang pria 50 tahunan yang mengalami serangan jantung, terkait kegagalan usahanya pasca berhenti dari pekerjaannya.

Masih banyak contoh kasus lain, yang pada intinya merupakan contoh kasus yang terkait dengan rasa marah dan sekaligus bersalah yang dialami seseorang yang kemudian menimbulkan masalah psikologis bahkan psikis, ketika trauma dan rasa salah itu tak dapat diseselaikan secara tuntas, walaupun rata-rata pada saat ditanya secara sadar apakah dirinya merasa dapat mengatasi trauma tadi akan mengatakan bahwa dirinya baik-baik saja di luar gangguan yang muncul seperti gangguan fisik dan mood misalnya.

Banyak teori dan teknik terkait rasa marah sekaligus bersalah mengiringi trauma seperti di atas. Namun secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya ada rasa marah terkait trauma tadi, yang kemudian menimbulkan gangguan psikis dan bahkan fisik. Salah satu konsep yang kemudian melahirkan teknik untuk mengatasi masalah trauma tadi adalah dengan melepas trauma dan masalah yang menyertainya.

Pertanyaanya jika sesederhana itu, mengapa banyak orang terjebak dalam trauam dan membiarkan dirinya berada dalam kondisi yang tak menyenangkan karena tekanan maupun perilaku menyimpang tadi dan gangguan tadi.

Jawaban atas tak berhasilnya pikiran sadar menyelesaikan masalah ini adalah karna trauma atau sebuah peristiwa yang tak menyenangkan yang menimbulkan rasa marah tadi tersimpan di pikiran bawah sadar, bahkan memiliki struktur pengalaman yang tersimpan di dalam diri seseorang, sehingga tak bisa diatasi dengan pikiran sadar semata. Dengan pemahamn ini, maka kita bisa menyimpulkan bahwa penanganan maslah ini bisa lebih efektif dilakukan dengan memahami lapis-lapis pikiran kesadaran, yang ada dalam diri seseorang.

Sebagaimana disebutkan di atas dalam trauma yang menyertai pengalaman tak menyenangkan, dan pada intinya ada rasa marah yang disimpan dengan rapi, terapi dengan menemukan emosi negatif seperti rasa marah tadim dan menemukan penyebabnya dan kemudian menetralisir atau mengganti emosi negatif tadi dengan teknik terapi yang tepat dengan kondisi dan kebutuhan subjek.

Caranya tentu saja bukan dengan hanya mengingat peristiwa yang tak menyenangkan yang mengakibatkan trauma, dan kemudian menyatakan kepada diri sendiri untuk memperbaikinya. Karena trauma dan rasa marah tersimpaan di bawah sadar, maka cara menyelesaikannya pun di pikiran bawah sadar, di mana emosi negatif tadi tersimpan. Salah satu teknik misalnya dengan memandu subjek kembali ke peristiwa pertama kali yang menimbulkan trauma, atau biasa disebut regresi usia. Dalam beberapa kasus bisa dilakukan dengan membawa subjek pada kondisi trance.

Dalam proses ini subjek mengalami proses belajar bahwa kondisi saat peristiwa itu terjadi dan reaksi subjek yang traumatis sudah berubah saat ini, sehingga bisa dilakukan koreksi atau mengedit peristiwa tadi, atau dengan cara memahami bahwa trauma yang disimpan sedemikian mengganggu, sehingga perlu dilepaskan untuk diganti dengan persepsi yang lebih nyaman. Semua dilakukan dengan teknik sedemikian rupa sehingga subjek dapat belajar untuk mengatasi masalahnya.

Teknik lainnya adalah dengan memahami bahwa dalam beberapa kasus trumatik akan melahirkan sub kepribadian yang bisa berupa kemarahan, sedih, kesepian, boros, malas dan sebagainya, yang sesuai dengan peristiwa yang dialami atau sub kepribadian dari pribadi-pribadi yang pernah hadir dalam kehidupan subjek terkait trauma tadi, seperti ayah, ibu, kakak, adik, suami atau istri, yang tersimpan sebagai sub kepribadian dalam diri seseorang. Sub kepribadian ini merupakan oknum yang hadir dalam diri seseorang dan menjadi eksekutor untuk menentukan sikap dan tindakan seseorang dalam menghadapi berbagai peristiwa dalam hidupnya.

Seringkali dalam pribadi yang bermasalah subkepribadian yang muncul dan menjadi eksekutor tersebut tak sesuai dengan suasana yang dihadapi, misalnya subkepribadian marah yang muncul saat mendengar sebuah kata atau kalimat yang seharusnya tak membuat marah, sehingga sikap dan perilakunya menjadi masalah ketika si subjek marah bukan pada tempatnya. Demikian juga banyak subkepribadian yang sering tak tepat dan menimbulkan gangguan yang tak perlu karena salah menjadi eksekutor tersebut.

Inti dari semua masalah itu adalah rasa marah dan kadang sekaligus bersalah yang dialami seseorang dalam hidupnya yang mungkin terjadi di saat kecil dan tak lagi diingat karena direpresi di bawah sadar, sehingga cara untuk mengatasinya adalah dengan cara menemukan masalahnya (rasa marah) mencari pola penyelesaiannya dan menghadirkan emosi yang lebih baik untuk mengganti trauma dan emosi dan memeori buruk tadi. Sayangnya hal ini tak mudah dilakukan saat subjek dalam keadaan sadar, dan lebih mudah jika ia masuk ke pikiran bawah sadarnya untuk menemukan akar masalahnya.

Melalui terapi memaafkan dengan berbagai teknik tadi dari banyak kasus sangat membantu melepaskan seseorang dari jebakan emosi dan memori negatif yang dialaminya, dan menggantikannya dengan emosi dan memori yang lebih baik dan lebih nyaman dalam menghadapi hidup. Beberapa gangguan fisik berupa sakit lambung, tekanan darah tinggi, atau gangguan jantung yang menyertainya pun menjadi membaik, karena memang penyebabnya adalah masalah psikis yang memengaruhi fisik

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *