Catatan dari Ruang Terapi
“Saat ini saya sudah tak bisa lagi bertahan pak, saya memilih untuk berpisah,” ujarnya lirih, ia pun melanjutkan bahwa telah betrahan selama sepuluh tahun bersama suami pilihannya yang menurutnya hampir semua keluarga besarnya kaget dengan putusannya, karena selama ini hampir semua orang menilai mereka sebagai keluarga ideal, sepasang suami istri yang masih muda dengan satu putri cantik.
Sebelum masuk ke sesi hipnosis, menggali pengalaman sadar yang oleh klien dianggap sebagai latar belakang permasalahan hidupnya atau anamnesis adalah penting. dari cerita yang mengalir kita tahu bahwa sejak keretakan rumah tangganya sudah terjadi sejak putri mereka lahir. Di dalam sadar itu juga ia menceritakan ada fenomena yang mirip antara yang ia alami dengan yang ibunya alami saat ia masih kecil. [contact-form to=’Suminta@gmail.com’ subject=’Konsultasi Trauma’][contact-field label=’Name’ type=’name’ required=’1’/][contact-field label=’Email’ type=’email’ required=’1’/][contact-field label=’Usia’ type=’url’ required=’1’/][contact-field label=’Alamat’ type=’text’/][contact-field label=’Comment’ type=’textarea’ required=’1’/][/contact-form]
“Saat itu saya terduduk di balik almari, menangis tanpa suara, menyaksikan ayah dan bunda bertengkar hebat, saya menggigil dan sangat takut,” ujarnya tentang pengalaman masa kecilnya yang berkali-kali menykasikan pemdangan yang menurutnya sangat menakutkan.
Setelah sekolah dan kuliah menjadi gadis yang tumbuh dengan penuh ceria dan optimisme, sampai kemudian bekerja dengan posisis yang menurutnya membahagiakan di sebuah perusahaan besar, sampai kemudian memutuskan untuk berhenti kerja demi membangun bahtera keluarga dengan leleki pilihan yang juga secara ekonomi dinilainya mapan dan punya masa depan, sampai akhirnya kandas, setelah bertahan bertahun-tahun.
Sepintas kontras yang terjadi antara masa muda dan saat bekerja serta kegagalan rumah tangga tak ada hubungnnya dengan pengalaman trauma masa kecil yang dialami, dan disaksikannya langsung, sebuah pengalaman pahit yang kemudian seakan hilang begitu ia tumbuh besar dan dewasa, dan aia pun bertekad tak apa yang terjadi antara ayah dan bundanya tak akan terjadi dalam dirinya, ternyata itu menjadi bagian yang tak pernah hilang dan muncul dalam rumah tangganya.
Itulah mental block yang dibawa seseorang sepanjang hayat, yang tak nampak atau terepresi selama belasan tahun pertumbuhan seseorang, sampai kemudian muncul dalam kehidupan seseorang ketika tanda pemicu yang sama hadir atau memiliki kemiripan tanda pemicu dengan kondisi atau fenomena yang dihadapi saat trauma tadi dialami, yang perlu kerjasama antara terapis dan klien untuk menggali bersama, bisa jadi sebuah trauma utama atau serangkaian trauma yang menjadi pemicu mental block, bukan hanya dlam soal rumah tangga bisa jadi dalam studi, karir atau bidang kehiduapan apapaun untuk seseorang.
Setelah menemukan trauma atau peristiwa mana yang menjadi penyebab atau pemicu sebuah mental block, maka yang dilakukan kemudian adalah melepas atau memberikan pembelajaran ulang kepada bawah sadar tentang makna peristiwa yang membuat trauma tadi, bisa saja tandanya berupa kehadiran seseorang atau sebuah peristiwa atau sebuah gambaran yang kemudian menjadi pemicu sebuah mood, perasaan atau perilaku yang membuat mental block untuk mencapai kebahagiaan, kesuksesan, bahkan apapun yang dicita-citakan.