Oleh : Kaka Suminta. C. Ht
Beberapa jenis terapi sangat tergantung pada pola komunikasi antara terapis dengan klien, misalnya terapi yang berbasis hypnoterapi atau terapi psikologis yang menggunakan komunikasi dalam membantu kliennya. Meskipun demikian bukan berarti terapi lain, seperti kedokteran medis tidak penting untuk memperhatikan masalah komunikasi dokter dengan klien, sehingga saat ini kita sering melihat pasien dan keluarganya merasa kecewa pada pelayanan dokter dan tenaga medis terkait komunikasi mereka.
Pengetahuan modern menunjukkan kepada kita bahwa efek placebo bukan hanya terbukti dalam riset farmasi, tetapi jarang digunakan secara maksimal oleh dokter dan terapis seakan-akan jika sudah diberi resep obat atau penatalaksanaan medis maka soal komunikasi menjadi tidak penting. Padahal riset dan praktek dalam dunia penyembuhan membuktikan bahwa justeru pola komunikasi ini menjadi faktor penting kalau tidak bisa dikatakan faktor utama keberhasilan dan kegagalan dalam membantu pasien.
Lalu pola komunikasi seperti apa yang efektif dalam hubungan terapi dengan kliennya ini. Pertama adalah faktor sugesti, bahwa setiap pasien telah memiliki harapan dan bayangan tentang bagaimana proses penyembuhan penyakitnya akan terjadi, sehingga saat meniatkan akan berangkat ke tempat praktek terapis atau dokter di benaknya sudah ada sugesti akan perbaikan atau kesembuhan dirinya. begitu memasuki tempat praktek, maka bayangan itu akan diperkuat dengan sensas penglihatan, pendengaran dan sensasi lainnya, termasuk penciuman untuk memperkuat atau memperlemah bayangan” kesembuhan’ yang akan dialami. Di sinilah faktor tata ruang dan desain menjadi epnting bagi ruang praktek terapis.
Kedua soal komunikasi, mulai dari saat bertelepon, diterima oleh petugas pendaftaran, saat menunggu sampai bertemu dan berkomunikasi dengan terapis atau dokter akan menjadi faktor penentu selanjutnya untuk “nasib” kesehatannya. Kecerdasan terapis atau dokter dalam berkomunikasi, membangun kepercayaan, dan menyampaikan secara objektif dan positif tentang kondisi pasien dan apa yang harus dilakukan akan menjadi penguat atau pelemah yang sangat signifikan dalam menangani masalah pasien, sehingga bagi dokter sekalipun soal anamnesis, atau penggalian masalah pasien dalam pemeriksaaan awal menjadi pembuka yang seharusnaa dimanfaatkan secara maksimal dalam pengobatan pasien.
Selanjutnya adalah penutup dari sesi untuk selanjutnya diberikan resep atau saran terapi lanjutan, termasuk untuk dilakukan diagnosa laboratorium sesuai dengan kondisi pasien. tetapi pointnya di sini adalah bahwa dalam “closing” ini terapis dan dokter perlu menanamkan sugesti positif sesuai dengan kebutuhan pasien dalam menutup sesi ini. Kesan keseluruhan dan saran yang diterima pasien dalam komunikasi penutup ini akan menentukan persepsi, sensasi dan “perubahan” pada diri pasien yang akan menentukan “sembuyh” atau tidaknya pasien dari penyakitnya.
Dengan demikian maka soal komunikasi terapis atau dokter dengan pasiennya menjadi hal yang cukup penting, bukan hanya teknik atau farmakologi apa yang akan diberikan kepada pasien. di sisi lain ini juga perlu diketahui oleh pasien dan keluarganya dalam memilih dan menilai terapi atau dokter, baik saat akan mengunjungi klinik atau tempat praktek terapi, maupun tindak lanjut dari langkah awal ini. Penilaian dan sugesti positif yang diterima akan sangat berpengaruh pada kesembuhan pasien, dan pemilihan terapis atau dokter yangs sesuai sangat penting.