Setiap bulan Ramadhan, umat Islam di seluruh dunia diwajibkan untuk malakukan ibadah puasa, yakni salah satu ibadah yang ditegaskan dalam rukun Islam, dengan menahan makan dan minum selama siang hari sejak jelang fajar yang ditandai dengan imsak, sampai matahari tenggelam yang ditandai dengan datangnya azan Maghrib. Ibadah puasa yang dilakan selama satu bulan Ramadhan penuh itu, merupakan proses penyucian menuju hari kemenangan Idul Fitri.
Ada satu fenomena yang dominan dalam komunikasi menjelang dan selama bulan Ramadhan dan hadirnya Idul Fitri, yakni upaya untuk saling bermaaf-maafan, sehingga terjalin silaturahmi yang saling meminta dan memberi maaf, yang dalam khasabah psikologi dan terapi merupakan kegiatan yang sangat memberdayakan bagi pihak-pihak yang saling bermaaf-maafan. Dalam bidang terapi dari pengalaman, jika seseorang melakukan pemaafan (forgiveness), maka akan dapat memberdayakan dirinya dengan sangat luar biasa, dan beban dari kebuntuan komunikasi akibat rasa marah, saat dibuka dengan pintu maaf, maka beban besar itu ikut terangkat, membebaskan mereka yang malakukannya.
Bagimana proses memaafkan itu dapat sedemikian hebatnya, sehingga sering menjadi metode terapi untuk menjadikan seseorang lepas dari beban berat psikologi dan memampukan yang bersangkutan untuk mencapai apa yang diinginkannya yang biasanya berupa kebahagiaan, kesehatan dan kesusksesan. Dengan pemahaman demikian, maka soal penyakit rubuh dan opikiran yang selam bulan Ramadhan sering diderita seseorang karena menahan lapar dan haus, seharusnya tak lagi menjadi halangan, karena saat seseorang melakukan forgiveness, maka penyakit fisik dan psikis tadi akan sirna.
Kunci dari semua itu adalah soal apa yang haruis dimaafkan, bagaimana proses pemaafannya dan apa outcomenya. Dengan memahami ketiganya, kama proses memaafkan tidak sekadar menjadi soal kewajiban dan sereonial belaka, tetapi menjadi sarana pemberdayaan dan pemulihan fisik maupun psikis. dimulai dari apa yang harus dimaafkan, meski secara keseluruhan kita perlu memaafkan semua orang dan semua hal, tetapi dalam hidup seseorang seringkali mwengalami rasa marah sedemikian rupa sehingga menjadikan yang bersangkutan mengalami tekanan, trauma, stress bahkan depresi, hal yang membuat marah dan berakibat buruk demikian, yang biasanya memerlukan proses pemaaafan untuk pemulihan dan pembebasan.
Soal bagaimana prosesnya, kita dapat mengenali rasa marah yang menimbulkan masalah psikologis maupun piskosomatis dari gejala yang timbul, baik berupa gangguan psikis, fisik maupun gangguan peerilaku dan emosi, melalui signal tadi kita bisa menggunakan berbagai teknik forgiveness dan pelepasan, bila perlu dengan meminta bantuan kepada terapis profesional. Outcome atau target dari forgiveness menjadi penting disepakati antara klien dan terapis, agar dapat secara objektif diukur oleh kedua belah pihak kemajuannya.
Pemaparan ini memberikan poemahaman kepada kita bahwa ibadah puasa dan saling memaafkan bukan hanya sekadar perintah atau kewajiban, di dalamnya juga tersirat sebuah manfaat yang sangat berguna, misalnya untuk memulihkan masalah fisik dan psikis, seperti gangguan mag, migrain, masalah jantung atau masalah psikologis terkait mood dan perilaku, dengan outcome, metode dan analisa yang tepat maka puasa dan memaafkan akan menjadi alat pemberdayaan dan pemulihan yang sangat baik.